Monday, May 14 |
KAULA LUMPUR
|
Ketika masa awal lumpur panas keluar dari sumur Banjarpanji-1 milik Lapindo, aku pernah 'meramal' bahwa kasus ini bakal mirip dengan krisis yang disebabkan ekonom (banker). Ya…memang saat itu tanpa data, ramalan itu terlalu gegabah. Kini kenyataan sudah bicara, uang pajak rakyat melalui APBN digunakan untuk menanggulangi lumpur haram itu.
Sekali lagi aku mengacungkan jempol kepada rakyat Sidoarjo atas kesabaran mereka terkena luapan lumpur haram. Suatu kesengsaraan yang membelit tanpa diketahui kapan berakhirnya.
Kasus Lapindo di pengadilan nggak tahu kejelasannya sampai sekarang. Sama tidak jelasnya dgn komitment Lapindo atas penggantian seluruh kerugian yang diderita rakyat Sidoarjo. Dan bahkan Perpres No. 14 tahun 2007 pun tidak mampu mengikat komitment Lapindo.
Dalam Acara di tv dgn judul ‘Uang Rakyat Tersedot Lumpur Lapindo (?)’semalam, juga terlihat bahwa Perpres itu tidak berpihak kepada rakyat,tidak optimalnya koordinasi antara pengambil kebijakan dgn pelaksana lapangan, dan adanya perbedaan pandangan antara dewan dengan pemerintah. Kini semakin jelas bahwa rakyat sudah sangat menderita dan frustasi.
Aku jadi ingat pertanyaan waktu habis gempa jogja dulu itu, “kalau hidup kumpul di tenda, gimana pasangan suami-istri itu memenuhi kebutuhan biologisnya?” Sudah berapa lama, korban lumpur itu puasa ya? Halah…. kok jadinya nulis kesana-sana…
Baiklah aku mulai dgn pertanyaan “Siapa itu Lapindo?” Hehehe…mbalah koyo bapak dan ibu guru….
Secara ringkas company profile Lapindo dapat dilihat pada bagian bawah ini. Berdasarkan Company Profile Lapindo, ada beberapa poin yang mestinya kita cermati bersama:
1. Lapindo merupakan perusahan yang didirikan berdasarkan hukum negara bagian di AS, sehingga perusahaan tunduk terhadap hukum di negara tempat di dirikan.
2. Selain di Blok Brantas, ternyata Lapindo masih memiliki Kuasa Pertambangan di sejumlah tempat dan berlaku sampai tahun 2020. Masih 13 tahun lagi.
3. Modal ditempatkan Lapindo yg sebesar US $1000 pada thn 1989 telah mampu diubah menjadi ekuitas sebesar US$ 24 Juta pada Juni 2006. Jika beroperasi langsung (logikanya nggak mungkin) setelah tandatangan PSC di tahun 1990 maka selama 17 itu Lapindo mampu meningkatkan kekayaan sebesar 2.399.900%.
4. Pemegang saham Lapindo adalah Kalila Energy Limited (KEL) - sebesar 84,24% dan Pan Asia Enterprises (PAN) sebesar 15,76%. Sedangkan KEL (USA) dan PAN (Hongkong) sahamnya 99,99% dimiliki oleh Energi Mega Persada Tbk (ENRG). Meski kecil, PAN memiliki saham KEL sebesar 0,01%.
Dari ke-4 poin diatas, apa yang muncul di benak teman-teman??? Bagiku, ada beberapa pertanyaan, keheranan dan juga kebingungan yg bercampur aduk…
1. Kenapa Lapindo mesti didirikan di negara bagian Amerika?
2. Kenapa Rantai kepemilikan Lapindo mesti diperpanjang melalui KEL dan PAN kalau pada akhirnya di miliki oleh ENRG? Perlu di ketahui bahwa KEL dan PAN dibentuk thn 1997, dan semuanya berkedudukan di luar negeri.
3. Kalau masalah di Sidoarjo tidak bisa diatasi oleh Lapindo, kenapa Kuasa Pertambangan daerah lain yg dimilikinya tidak di cabut?
4. Modal Lapindo menjadi raksasa dalam waktu singkat, apakah potensi areal sebelumnya yang dimiliki Lapindo tidak terbaca oleh Pertamina shg bisa di usahakan sendiri?
5. Kenapa pemerintah tidak mampu mengikat komitmen Lapindo? Kalau dari LapKeu terlihat bhw di akhir tahun 2004, Lapindo masih mendatangkan laba bersih meski di Juni 2006 turun drastis.
6. Kenapa pemerintah tidak mampu secara akurat mengeluarkan batas jumlah duit rakyat yang bakal ‘ditelan’ lumpur Lapindo?
Ada yg bisa sedikit memberi pencerahan?
|
|
0 Comments: |
|
|
|
|
|
|
|
|