Thursday, March 1 |
in memoriam: MAX ARIFIN
|
Aku tersentak pagi ini. aku masih di depan monitor dan coba2 posting tulisan dan memperbaiki blog ini. saat itu posisi YM ku sedang online. seorang teman tiba tiba mem-BUZZ. aku tersenyum. namun begitu membaca pesan yang nongol di ruang chat, muka saya tiba tiba berubah. ada getaran seperti listrik yang meranggas di sekujuran tubuh. "pak Max meninggal pagi ini...", begitulah inti dari pesan itu.
Tiba tiba aku teringat sesuatu. baru saja beberapa waktu lalu aq logout dari Friendster. dan aku pun membukanya kembali: aku terkesiap! ingatanku kembali ke satu atau dua hari sebelum sekarang , bukankah aku baru saja meng-add nama lelaki itu sebagai friend di list teman friendsterku, dan requestku telah di approve. aku nggak tau. apakah yang membuka account pak Max beliau sndiri ato orang lain. tapi yang jelas aku merasakan sebuah sesuatu yang agak aneh. apalagi saat membuat tulisan ini sekarang posisi time access beliau tertera 24 hours.
Pak MAX yang aku kenal sudah tak terhitung karya karya beliau. mulai dari puisi, cerpen, naskah drama taupun buku buku kebudayaan yang telah beliau tulis dan terbitkan. demikian pula dengan naskah2 yang diterjemahkannya.
terakhir kali aku bertemu dan bersinggungan langsung dengan belau adalah ketika sedang berlangsung Festival Seni Surabaya (FSS 2005). saat itu saya bersama teman2 teater Venorika Unisma adalah peserta, sementara Pak Max adalah juri intinya. pasca pentas di hall Oesman Mansoer, ketika terjadi sarasehan kami sempat terlibat perdebatan dengan cukup keras menyangkut drama realis dan realisme kebudayaan.
ada kalimat terakhir dalam diskusi itu yang sering membuat kami tergelitik, pak Max anti dangdut! menurut beliau, dangdut itu kebudayaan rendah, toh kenyataannya membuat orang2 indonesia bisa semakin tak berkembang nilai, hasrat dan cita rasa intuitifnya.
setelah bubar kami bersalaman. aku masih teringat dengan kehangatan tawa beliau. begitu bersahabat. usai jabat tangan beliau menyambar topi di kepalaku dan coba sedikit meledek. hhmm...aku merindukan kehangatan seperti itu.
kami bertemu kembali beberapa hari kemudian di Universitas Kanjuruhan. kami hanya becanda setelah evaluasi pertunjukan. sesudah itu tidak bertemu lagi. aku hanya dengar terakhir tentang buku beliau yang diterbitkan Pustaka Kayutangan. sesekali aku masih nitip salam ke beliau melalui Mas Malik.
Pak Max. seniman/budayawan/intelektual yang memang dan harus layak sebagai icon seniman Jawa Timur yang konsisten di tengah minimnya karya2 berbobot yang lahir dari tempat ini. beliau, dengan usianya yang sudah semakin menua, tampak sangat perhatian dan energetik. semangatnya menjadi inspirasi dan menggugah semangat sekaligus menjungkirkan logika sederhana bahwa semua orang tua berada pada 'titik serang' alias 'mapan'. pak Max telah membuktikan dedikasinya, menyerang kita dengan semangat, pengetahuan dan pengalamannuya, tepat menusuk kegenitan kita yang masih muda muda.
selamat jalan Pak Max....kami semua menyanyangimu... kami semua kehilanganmu. ..
Salam
LODZI www.infectionary.blogspot.com
[blog pak Max :http://www.majapahitan2.blogspot.com]
|
|
0 Comments: |
|
|
|
|
|
|
|
|