Photobucket
Tuesday, September 16
Keberanian untuk bersyukur
January 16th, 2008 by lodzi

mudah dipahami betapa mudah orang bisa menjadi patah. kekecewaan berdempetan dengan lekatnya dengan mimpi, sementara konsentrasi kita tersedot habis habisan pada keinginan keinginan. jika tak pandai pandai kita memahami keinginan dan menimbangnya dengan baik berdasarkan basis kemampuan dan potensi yang kita miliki beserta kemunginan esternal yang mendukungnya, maka betapa mudahnya kita terpelanting dari keinginan keinginan itu.

jika ini terjadi, maka itu artinya kita dihadapkan persoalan yang cukup genting, adakah kita akan meneruskan keinginan tersebut atau melemparkannya ke keranjang sampah sambil secara diam diam kita bergumam dalam hati, "sudahlah biarkan saja, masa bodoh dengan itu semua. jika sudah saatnya…dia mungkin akan datang". siap pasrah semacam ini bukan tidak baik, tapi fatalisme dan penyerahan tanpa upaya namun tetap berharap hanya akan membelah diri kita dalam serpihan serpihan yang kabur. kenapa tak tancapkan saja beton cita cita yang dapat kita perhitungkan sambil menyiapkan energi sepenuhnya untuk meraih dengan tetap mempertimbangkan kemungkinan kemungkinan terburuk sambil pula bersikap tegak dengan keberanian menatap kenyataan?

aah. dan kalau sudah satu saja keberhasilan menghampiri, energi2 itu akan mendukung kita untuk merangkum banyak hal. bukan saja pragmatisme keinginan, namun juga sisa ruang kontempatif demi sedapatnya kita bersiap menjemput keberhasilan maupun kegagalan berikutnya mendidik kita untuk semakin dewasa dan arif, rilex dalam menghadapi hidup.

aku ingin bersyukur, tapi rasa ini sering tertutup dengan betapa besar godaan untuk mengejar dan mengejar, sehingga semakin merasa sulit kita dapat melompatinya sementara kita tak ada upaya, maka semakin pula kita punya kans besar untuk tercerabut dan terasing dari diri kita, karena sebagaimana kekecewaan, lupa diri sedemikian rapet jaraknya dengan keterpurukan….

maka tuhan, berikan keberanian pada kami untuk bersyukur …

MEMBERI
July 13th, 2007 by lodzi

orang yang mencintai ia akan menjaganya - peduli terhadapnya. apapun resiko yang mungkin ia harus tanggungkan. getir atau manisnya. saat senang, bulir kebahagiaan adalah mutiara berkilapan, tak lekang di siang atau malam. degup jantung dan sirapan darah adalah merjan merjan yang hidup setiap saat, menjadi nyanyian yang seolah bisa abadi. orang yang bisa mencintai seperti ini, dan sadar akan betapa yang dialaminya adalah ia yang sepenuhnya pula siap dengan segal resiko kesadarannya. maka cinta yang pernah memberinya mimpi kebahagiaan sera harapn bagi matahari yang pasti lahir selepas malam, pastilah akan tetap ia jaga dengan sesungguh sungguh kesadaran bahwa matahari pun dapat setiap saat tenggelam. hal ini terjadi oleh sebab cinta bukanlah materi asing yang tertinggal di luaran…tapi di sini, di hati kita sendiri. ia bisa saja abadi dan tak sekedar isapan ringan bagi kesemntaraan hari ini.

orang yang mencintai seperti ini, adalah ia yang sepenuhnya mafhum akan arti dari kesetiaan,loyalitas, kepeduan, kebohongan..pula mata licik pengkhianatan.

demikanlah harusnya kita memeluk cinta. demikian mustinya kita tak tepedaya oleh kedangkalan berpikir kekinian kita. seseorang mungkin saja tak memberikan apa apa, tapi adakah juga telah tuntas terpikir oleh kita pula, betapakh yang telah kita bagikan kepadanya, membagikan seuatu yang dapat menjadikan kita cukup layak untuk mendapatkan seperti telah dibisikkan oleh keinginan kita.

cinta itu mmberi, dan kau pasti akan menerima sesuatu yang mungkin akan lebih dari yang pernah engkau bayangkan…

Siapa yang kejam: Jakarta atau Kamu?
June 26th, 2008 by lodzi

Yang tampak tidaklah lain dari hal hal usang tentang rendahnya derajat manusia untuk dapat membekuk semua yang ada di sekelilingnya demi menyerah pada semua kemauannya!

apa yang dibilang manusia tentang kesalihan, empaty bahkan altruisme? Aku bergerak maju dan mundur di waktu yang bersamaan. Di mana puisi puisiku tak kudapati lagi di tempatnya. Aku tak punya senapan, tapi sebilah pedang telah lama menemani jimat merah di kepalaku untuk setiap kali berteriak lantang di medan medan pertempuran.

Dan bukankah peperangan belum juga selesai, mungkin baru akan dimulai? Tapi aku merasa sedemikian terpuruk, jiwaku sepi, kering. di sekelilingku orang berteriak, mengancam atas nama hal hal yang mereka sendiri sadari sebagai materi yang palsu. Kekalahan mereka dalam melawan dirinya sendiri telah mereka tumpahkan ke mukaku menjadi serupa buruk kedengkian.

Kegilaan itu membuncit, dan aku bertahan separuh nafas..tak lantang meski aku bukan tembok. Aku mungkin sedikit bisa mengerti kenapa Mao menuliskan puisi itu…dulu…

Jakarta yang kejam, atau kamu yang sesungguhnya tak berani mengaku, hingga lantas kau jual apa saja, termasuk jiwa keringatku dan mereka sambil dengan betapa pongah kau bicara dikelilingi anjing anjingmu yang setia: aku bisa saja melenyapkanmu kapan saja saat aku mau!

Tak Usah Kita Tengkar !
January 9th, 2008 by lodzi

beginilah sesaknya hari hari, tumpang tindih dengan keringat hati bercucuran hingga merembas ke sudut sudut terkecil pengharapan kita. aku hanya mengibaskan rambutku yang mulai memanjang lagi. mencoba menatap yang mungkin melintas di depan, apapun, tanpa harus kehilangan kendali sejarah di belakang.

aku memburai beratus ratus luka dan menganyamnya di sini. segala kegetiran kuremas dan ingin mendidihkannya di jalan jalan kota. bagaimana dapat kulakukan? sedang betapa aku pun tersadar, telah mulai dimanjakan oleh segala citra yang kita bangunkan bersama. aku ingin memulai sesuatu dari teriakan kita di masa lalu, sungguh ku tak ingin kehilanganmu!

aku tak pernah kemana mana, sudah kubilang itu. aku di sini, tetap di sumbu diri yang masih gelisah, meski tampaknya cahaya dapat sedemikian mudah mengelabuhi mata. sudahlah jangan lagi mau dijajah, entah oleh citra citra yang kita cipta sekali pun. aku ingin menari bersamamu seperti dulu, membaca puisi hingga teler, dan mabuk oleh tumpahan kata kata di sudut sudut kelam sejarah kita. maka jika aku pergi ke aulait atau batavia sambil menenggak tequela dan makanan makanan aneh yang tak dapat kuingat namanya, percayalah kepadaku, aku masih tetap di tempatku, dan aku akan masih merasa bersamamu.

tetap damailah kita dan tak usah tengkar, toh aku bukan siapa siapa, setidaknya - seperti dulu kau suka memujiku - biarkan aku tetap merdeka, dengan segala pilihan potongan baju yang mungkin berbeda….

PERHATIAN! Berhubung ini blogger klasik mk ga da navigasi page PREVIOUS-NEXT nya. Jadi pake 'Archives' saja ya.. Thanks!


Video lainnya
Lee Kyung Hae
TERABAS (Breakthrough)
Hidden faces of Globalization
The Dapuranku
Previous Post
Archives
Teman-Teman
Link Exchange





KampungBlog.com - Kumpulan Blog-Blog Indonesia
Blogger Indonesia
Add to Technorati Favorites
baby-blog
blog-share
ini zaman anti teori

resep masakan indonesia
Women's Diary
EPBLOG
Politics blogs
Manifesto
FPPI
Runi
Tengku Dhani
Malang Blog
Kumpul Cerpen
Dee Idea
Tokoh Indo
Puisi Indo
BengkelVenorika
Malik
Ratna Ningsih
Majapahit
Komter 193
Ragil Ragil
Mbak Ratna
Sajaknesia
Alang Liar
Balimoonlight
Theatreonline
Team Support
Sabudi Prasetyo
Youliens
Hedwigpost
Cepeca
Andi Nur
Adi Suara
A P I
Fath Alhadromi
Sekolah Petani
Hidup Petani
Pecangkul










Lodzi
Copy Paste CODE berikut di page anda dan kami akan me-LINK balik

Free money making opportunity


Lodzi Hady's Facebook profile

Previous Posts
Sejarah Kita Sendiri.. | RAMALAN JAYABAYA (JAYABAYA PREDICTION) | Negeri korup yang teramat berengsek! | Keberanian untuk bersyukur | MEMBERI | Siapa yang kejam: Jakarta atau Kamu? | Tak Usah Kita Tengkar ! | Pak Harto Setengah Tiang Vs kita Setengah Sinting? | Siapa seh yang ga pengen senang?... | Aksi - Refleksi Vs NARSISM |