Photobucket
Wednesday, November 28
Siapa seh yang ga pengen senang?...
Siapa orangnya tak ingin bahagia, mereguk mimpi sepuasnya, meski pada akhirnya kita sadar akan muntah dan menghampiri mimpi mimpi yang lain lagi. Telah kulintasi buruk manis dunia dan berdiri tegak. Meski tak sesengit seperti dulu tapi toh ini dunia yang sama. Ku berusaha tak menyesali yang sudah terjadi, semoga inilah yang terbaik.

Aku pun tak beda, mendamba kebahagian tak bertepi, meski ku tahu itu tak mungkin. Sebab kebahagiaan tidak simultan, karena sebagaimana kesedihan ia juga membutuhkan penawar untuk memberi jalan nafas bagi perputaran hidup yang tak semata mata seperti mesin yang sedang bergerak secara mekanis. Merasa tidak beruntung, mungkin menghinggapi seluruh kepala yang pernah dilahirkan, kenapa tidak begini dan begitu, seperti ini dan itu? Bukannya mau bersikap fatalis, tapi ada baiknya juga bertanya balik, kenapa tak mensyukuri yang ada? Menerima kewajaran sembari merentang sayap kita untuk tetap merdeka? Mengapa duka cita yang hadir malah kita semaikan, kita panen untuk kemudian kita tanam kembali benih yang dihasilkannya di ladang ladang hati…bukankah kita sedang menumbuhkan pohonan dendam di semenjak dini?

Dalam lagunya Iwan pernah bilang, ‘keinginan adalah sumber penderitaan’. Dan derita selalu saja kita keluhkan tanpa pernah kita sungguh sungguh membongkar latar keinginan yang menjadikan kita merasa menderita. Dan balas dendam pada hidup, sekali ia tumbuh akan menjadi sangat sulit untuk dipadamkan. Dan bila motivasi ini sudah membara, maka percayalah, ia akan mampu membakar segalanya, termasuk juga hidup kita sendiri. Jeratan keinginan untuk mendapatkan …nyaris tanpa reserve, dan hal ini akan semakin melambungkan angan angan untuk mengambil dan mengambil lagi. Dan seperti di tengah tengah samudera, semakin banyak kita meminum air dari laut, maka semakin hauslah kita…sampai kapan?

Kisah berikut mungkin tidak cukup adil, dan karenanya aku bermaksud untuk tidak menulisnya disini...



Tuesday, November 20
Aksi - Refleksi Vs NARSISM
Ada saatnya orang harus menyadari dirinya. bukan saja menyangkut hal hal yang menimpa dan menempatkannya selaku objek pesakitan, namun juga sejauh mana ia mampu menyerap segala kemungkinan dari apa yang telah ia timpakan (dalam posisi sebagai subjek) pada medan hidup yang ia lakoni, untuk kemudian mentahbiskannya sebagai bekal sikap yang upgraded bagi langkah ke depan kelak di kemudian hari.

Secara normatif dapat kita katakan di sini, pengalaman adalah pelajaran untuk menambah bobot hidup diri, baik pada tingkat asumsi asumsi hingga skilling dan psikomotorik yang menjadi latar gerak progresi.

Demikianlah lantas hidup adalah rangkaian kerja dan perenungan yang berlangsung secara simultan, terus menerus. kita menjalani, menyerap, hiruk pikuk dengan segala kegiatan yang bisa jadi sama sekali tak pernah kita rencanakan sebelumnya.

Di siang hari mungkin kita menemui persoalan pelik di tengah jalan. otak dan segala kemampuan kita dipaksa habis habisan untuk mengambil tindakan tindakan yang bukan saja tepat tapi juga cepat. Kita pun berusaha dengan sebaik mungkin. Dan demikian di malam harinya kita tercengang mengingat seluruh kronologi kejadian tadi dan menganalisa semua yang telah kita ambil dan putuskan...di saat itu, sering kalinya kita baru menyadari alangkah bodohnya kita.

Refleksi memiliki fungsi yang tidak saja merunut kejadian yang melibatkan diri kita baik secara langsung maupun tidak, sebagai pelaku ataupun korban. Rafleksi tak hanya menjadikan kita berhenti hanya pada aras ingatan kronologis belaka, melainkan melampaui proses check-recheck secara holistis yang karenanya mengharuskan pula kemampuan untuk dapat melompat jauh ke berbagai belantara memori, entah yang pernah kita alami sendiri, pengalaman orang lain hingga yang bersifat imajiner sebagai apa yang kita namakan "keharusan ideal".

Dengan analog seperti biasa, di hidup kita miliki kaca. Melihat pantulan muka sendiri di sana maka kita seperti sedang mengukur kemungkinan dengan angle tertentu, bagaimana kiranya orang melihat kita: bagaimana kita di mata mereka.Mengambil jarak dari diri sendiri untuk membaca baik buruk gambaran yang menempel pada diri kita adalah tindakan yang menautkan seluruh potensi daya ingat serta mengasosiasikan diri sebagai subjek aktip yang sedang melihat jauh ke dalam diri.

Dan sebagai catatan, setidaknya ada dua 'resiko' dari tindakan 'mengaca ini'. kita musti berhati hati!. Pertama, kita akan melihat diri sedemikian buruk dan ini bisa bikin kita lantas memecahkan kaca yang telah berjasa memantulkan wajah kita dan memberi banyak informasi penting. Akibatnya, ini bisa mengacaukan ketahanan self confidence, harapan dst. Dan Kedua, sebaliknya kita terjebak dalam 'ilusi' yang dapat saja diciptakan oleh kaca. Jika kita terlampau larut mengagumi diri sendiri, maka bahaya keterpurukan semisal kesombongan dan lupa daratan bisa jadikan diri juga akan merugi banyak. Orang jadi over confidence, menganggap diri paling benar dan karenanya akan mengalami kesulitan untuk belajar, terutama bagaimana cara memperlakukan hati...hidup dengan hati...padahal kita sendiri yakin, hanya melalui 'materi' inilah kebenaran hakiki baru dapat di akses.

Mencintai dan mengagumi diri sendiri tentu saja boleh, bahkan harus, namun tentu dalam proporsi yang wajar. jika berlebih maka bisa bisa nasib kita akan berakhir seperti Narcissus, anak dari pasangan Dewa sungai, Chepissus dan peri Liriope dalam mitologi Yunani kuno.

Narcissus yang memang sangat tampan mengacuhkan jerit cinta putri Echo. Suatu saat Dewi Nemesis melihat penderitan sang putri dan maneruh iba. Dia berniat menghukum Narcissus dengan menjadikannya jatuh cinta pada dirinya sendiri.

Terjadilah yang harus terjadi, begitulah kira kira akhirnya Narcissus suatu hari berjalan di dekat sungai Styx dan tanpa sengaja melihat pantulan wajahnya sendiri. Ia pun jatuh cinta alang kepalang akan ketampanannya. Tak beranjak ia dari bibir sungai, hingga kemudian tewas tercebur ke dalamnya. Dewa dewa menemukan mayatnya dan mengubahnya menjadi bunga yang kemudian dinamakan narcissus.

Dari kisah ini..kelak remaja remaja kita yang sudah tanpa malu memuji muji dirinya sendiri tanpa kemauan berkembang akan disebut sebagai anak anak narsis seperti juga kebanyakan orang tua kita!

PERHATIAN! Berhubung ini blogger klasik mk ga da navigasi page PREVIOUS-NEXT nya. Jadi pake 'Archives' saja ya.. Thanks!


Video lainnya
Lee Kyung Hae
TERABAS (Breakthrough)
Hidden faces of Globalization
The Dapuranku
Previous Post
Archives
Teman-Teman
Link Exchange





KampungBlog.com - Kumpulan Blog-Blog Indonesia
Blogger Indonesia
Add to Technorati Favorites
baby-blog
blog-share
ini zaman anti teori

resep masakan indonesia
Women's Diary
EPBLOG
Politics blogs
Manifesto
FPPI
Runi
Tengku Dhani
Malang Blog
Kumpul Cerpen
Dee Idea
Tokoh Indo
Puisi Indo
BengkelVenorika
Malik
Ratna Ningsih
Majapahit
Komter 193
Ragil Ragil
Mbak Ratna
Sajaknesia
Alang Liar
Balimoonlight
Theatreonline
Team Support
Sabudi Prasetyo
Youliens
Hedwigpost
Cepeca
Andi Nur
Adi Suara
A P I
Fath Alhadromi
Sekolah Petani
Hidup Petani
Pecangkul










Lodzi
Copy Paste CODE berikut di page anda dan kami akan me-LINK balik

Free money making opportunity


Lodzi Hady's Facebook profile

Previous Posts
Sejarah Kita Sendiri.. | RAMALAN JAYABAYA (JAYABAYA PREDICTION) | Negeri korup yang teramat berengsek! | Keberanian untuk bersyukur | MEMBERI | Siapa yang kejam: Jakarta atau Kamu? | Tak Usah Kita Tengkar ! | Pak Harto Setengah Tiang Vs kita Setengah Sinting? | Siapa seh yang ga pengen senang?... | Aksi - Refleksi Vs NARSISM |